BESAUM KE PENEMU NGEMANSANG KE MENUA BALA KABAN KITAI KETUNGAU NYADI KESUTIK TUJU

Jumat, 27 Agustus 2010

Asal Usul Batu Kelingkang


Batu kelingkang sendiri berada di kawasan puncak bukit bugau yang masuk dalam wilayah ketemenggungan bugau. Ketemenggungan bugau merupakan wilayah yang berada di wilayah  administratif kecamatan ketungau hulu kabupaten sintang yang secara geografis berbatasan langsung dengan Sarawak-malaysia.

Batu Kelingkang
Kelingkang dalam bahasa local masyarakat dayak bugau merupakan sebuah tempat untuk menyimpan sesajian ketika melangsungkan ritual-ritual adat, bahan untuk membuat kelingkang sendiri biasanya berasal dari rotan yang kemudian di buat menjadi sebuah anyaman yang berbentuk seperti sebuah kotak persegi empat.

Awal mula terjadinya batu kelingkang ketika para Buah Kana (para leluhur atau nenek moyang menurut masyarakat dayak bugau) melangsungkan sebuah kegiatan ritual adat di kawasan bukit bugau yang pada saat itu merupakan tempat berladang serta kampung bagi para leluhur. Ritual adat yang dilaksanakan oleh para Buah Kana yakni seperti Keling, kumang dan Ijau (nama para leluhur yang di sebut buah kana), akan melangsungkan ritual tersebut setelah musim panen padi selesai. Ritual adat yang dilaksanakan merupakan bagian dari rasa ungkapan syukur kepada Betara (sang pencipta), kemudian sebagai bagian untuk mengingatkan kepada semua makhluk di bumi agar tetap memelihara dan melestarikan alam beserta isinya supaya sang Betara tidak murka. Para leluhur dayak bugau atau buah kana ketika melangsungkan ritual tersebut  akan makan, minum dan berpesta-pora bersama-sama untuk menikmati hasil yang telah di dapat. Dalam ritual itu para buah kana  kemudian mengundang para penghuni alam ini mulai dari para Antu (makhluk halus) sampai para binatang baik yang di air, darat maupun udara untuk datang ke bukit bugau yang menjadi tempat acara ritual adat. Ketika sedang berpesta pora bersama salah satu para leluhur yakni Ijau memanggil kodok untuk makan dan minum Beram (minuman local dayak yang terbuat dari beras ketan) serta bejuget (bergoyang) bersama yang kemudian di ikuti oleh para makhluk yang lain-nya, ketika binatang kodok dan Ijau sedang bergoyang bersama tiba-tiba cuaca berubah buruk dan petir serta kilat muncul yang kemudian menyambar sebuah kelingkang yang menjadi tempat menyimpan sesajian dalam acara tersebut yang kemudian menjadi batu. Menurut keyakinan masyarakat dayak bugau pada zaman dulu bahwa binatang kodok sangat pamali (larangan) untuk di olok-olok apalagi sampai di bawa bergoyang sehingga hal tersebutlah yang menimbulkan petir dan kilat yang menyambar kelingkang tersebut menjadi sebuah bongkahan batu. Bongkahan batu yang ada di tempat ritual itulah yang di sebut sebagai batu kelingkang, karena memang berbentuk sebuah kelingkang.

Sampai saat ini batu kelingkang yang ada di bukit bugau tersebut menjadi sebuah tempat yang di anggap keramat oleh masyarakat dayak dan setiap setiap tahun-nya rutin di laksanakan ritual adat di tempat tersebut oleh ketemenggungan bugau.