BESAUM KE PENEMU NGEMANSANG KE MENUA BALA KABAN KITAI KETUNGAU NYADI KESUTIK TUJU

Jumat, 21 Juni 2013

"Hasil Hutan Hilang, Hasil Laut Mulai Habis Masyarakat Kuala Karang Terlilit Ekonomi"

(Kisah Lain Dari Perjalanan Seorang Putra Perhuluan di Wilayah Pesisir Kabupaten Kubu Raya Kal-Bar)

Untuk Sampai ke Desa Kuala Karang yang dulunya sempat menjadi pusat perekonomian dari beberapa kampung di wilayah pesisir ini, bisa ditempuh melalui jalur sungai dari Kakap menggunakan speed boat 40 PK selama 4 sampai 5 jam di jalan dengan merogoh kocek sebesar Rp 60.000/orang, atau bisa juga menggunakan angkutan umum kapal motor yang biasa di sehari-hari oleh masyarakat pesisir tetapi memang memerlukan waktu agak lama sekitar 5 sampai 6 jam untuk bisa sampai di Desa Kuala Karang.

Wilayah Desa Kuala Karang kecamatan teluk pakedai kabupaten kubu raya ini merupakan kawasan pesisir yang memiliki luas 8.000 km2 . secara administratif terbagi ke dalam 3 Dusun yakni Dusun Suka Maju, Dusun Mas Bangun dan Dusun Swakarya. Jumlah penduduk Desa Kuala karang sebanyak 1.682 jiwa, yang terdiri dari kaum laki-laki 869 jiwa dan prempuan berjumlah 813 jiwa. Untuk jumlah Kepala Keluarga (KK) yang ada saat ini sebanyak 382 KK. Suku bangsa yang mendiami Desa Kuala karang terdiri dari Melayu, Bugis, dan Tionghoa.

Konon wilayah desa kuala karang dan tempat pemukiman mereka yang ada saat ini merupakan lahan budidaya kelapa, tetapi Setelah tahun 1940 mulai terjadi abrasi yang menyebabkan lahan-lahan budidaya kelapa tersebut menjadi hilang. Pengaruh abrasi berdampak sangat besar bagi masyarakat, mulai dari pengikisan kawasan pantai, hilangnya sebagian pemukiman masyarakat, rusaknya tempat kuburan masyarakat, lenyapnya lahan-lahan pertanian, bahkan menurut masyarakat setempat dalam kurun waktu 50 tahun terakhir terjadi abrasi sekitar 1 Km di wilayah desa kuala karang

Saat ini mayoritas masyarakat di kuala karang hanya bekerja sebagai nelayan, walaupun Sebelumnya tahun 1940 masyarakat di desa kuala karang ada memang yang bekerja sebagai petani dengan membuka ladang. Namun setelah tahun 1940 mulai terjadi intrusi air laut yang di sertai dengan masuknya air asin ke ladang-ladang pertanian yang di garap oleh masyarakat melalui sungai-sungai kecil yang ada di wilayah desa Kuala karang dan langsung bermuara kelaut.  pengaruh dari intrusi air laut tersebut menyebabkan kerusakan pada tanaman padi sehingga kemudian mengakibatkan gagal panen. Faktor tadi membuat banyak masyarakat yang enggan untuk membuka ladang lagi, sehingga mereka beralih bekerja sebagai nelayan dengan pergi melaut mencari ikan maupun ke sungai-sungai kecil dan hutan mangrove untuk mencari kepah, kepiting ataupun udang. Sedangkan dari pihak pemerintah selama ini juga tidak ada memberikan perhatian khusus untuk bisa melakukan intesifikasi terhadap lahan-lahan pertanian masyarakat yang ada tersebut.

Pekerjaan melaut yang selama ini di geluti oleh masyarakat Kuala Karang pada umumnya masih menggunakan peralatan yang serba tradisional seperti perahu ataupun alat tangkapnya, berbanding terbalik dengan nelayan dari wilayah lain yang sengaja datang melaut ke perairan kuala karang menggunakan Kapal besar dan di dukung oleh peralatan yang cukup memadai misalnya pukat Trawl (pukat penangkap ikan yang tidak bisa sangkut di karang), bahkan kapal-kapal nelayan tersebut tanpa mengenal musim dalam melaut sehingga hasil yang mereka perolehpun  melebihi dari hasil nelayan di kuala karang.

Ketika sedang tidak melaut maka masyarakat di Kuala Karang akan mencari ikan di sungai-sungai kecil, untuk ibu-ibu biasanya mereka pergi ke hutan mangrove untuk mencari kepah, kepiting maupun udang untuk menutupi kebutuhan sehari-hari keluarga selama tidak pergi melaut. Menurut masyarakat setempat sebelum masuknya tambak mencari kepiting hanya di sekitar pemukiman saja bisa dapat 4 sampai 5 ekor. Namun setelah Tambak di buka pada tahun 2009, di mana banyak terjadi penebangan hutan mangrove, penutupan parit-parit yang ada di hutan mangrove sehingga menyebabkan mata pencahrian masyarakat menjadi berkurang dan hilang.

Eksploitasi  terhadap sumber daya alam yang terjadi di Desa Kuala karang baik di kawasan hutan mangrove maupun laut secara berlebihan telah berakibat buruk bagi keberlanjutan ekosistem alam, dimana telah terjadi pembukaan hutan mangrove untuk tambak secara besar-besaran, penggunaan alat-alat penangkap ikan yang tidak ramah lingkungan seperti penggunaan Pukat Trawl yang merusak terumbu karang (terumbu karang tempat tinggal ikan) , kapal-kapal besar yang menangkap ikan secara berlebihan. Faktor-faktor tersebut merupakan salah satu penyebab semakin menurunnya hasil tangkapan ikan di laut, hasil di hutan mangrove semakin berkurang, bahkan menurut masyarakat ada beberapa jenis binatang maupun ikan yang hilang seperti ikan gembong,hiu macan, hiu parang, ikan sembelang, ikan terubuk, ikan pirang-pirang, ikan ketang, ikan golek, ikan getak, binatang bekantan dan beruang hitam. Selama ini jenis-jenis ikan maupun binatang tersebut sudah tidak pernah di temukan lagi ketika oleh masyarakat.

Ketika hasil sumber daya alam yang ada di kawasan hutan mangrove dan laut sudah semakin berkurang dan sudah tidak bisa di manfaatkan lagi, berdampak pada semakin menurunya penghasilan masyarakat, bahkan hasil dari melaut dan hutan mangrove terkadang tidak ada sama sekali yang bisa di jadikan sebagai rupiah, maka terpaksa masyarakat harus berhutang ataupun meminjam uang ketempat toko maupun tengkulak yang ada di desa kuala karang, agar bisa mencukupi semua kebutuhan hidup keluarga khususnya pangan.

Kondisi sehari-hari masyarakat kuala karang yang semakin sulit ini, telah berdampak terhadap tidak stabilnya ekonomi mereka. Bekerja sebagai nelayan untuk sepenuhnya mencukupi kebutuhan keluarga tetapi sekarang ini sudah tidak bisa diharapkan lagi. Masyarakat juga berharap adanya perhatian pemerintah untuk melakukan intensifikasi lahan-lahan pertanian yang ada di kawasan pesisir khususnya Desa Kuala Karang, paling tidak bisa memberi solusi bagi masyarakat ketika tidak melaut mereka bisa mengharapkan dari hasil bertani, namun yang terjadi kemudian pihak pemerintah sengaja menutup mata. Sehingga pada akhirnya masyarakat harus mengalami krisis pangan dan terlilit oleh buruknya kondisi ekonomi secara terus menurus.

Oleh : Leonardus Nicon